Cerita Sedih



Siang itu sebuah awan gelap menutupi sinar mentari yang ingin berbagi keceriaanya. Terlihat di ujung pandangan seorang lelaki yang menyendiri dan menulis di kertas kecilnya. Sebut saja nama lelaki itu adalah Abi...

Pencil yang berwarna biru menari-menari diatas kertas kosong dan menghasilkan gambar sesosok wanita yang cantik, disebelah gambar itu tertulis nama "Andin". Ketika Abi sedang asyiknya melukiskan apa yang dirasakannya, tiba-tiba seorang teman datang menghampirinya, "lagi apa lo sob?", tanya seorang teman yang bernama Rudi. Tapi Abi tak menjawab dan hanya menggerakkan jadinya diatas kertas itu. Rudi bingung melihat sobatnya tak seperti biasanya. "Kenapa lo?", tanya rudi lagi. Dari diam seribu bahasa, akhirnya abi menjawab pertanyaan rudi dengan kata-kata yang sangat singkat, "ga ada apa-apa sob". Mendengar jawaban dari Abi, Rudi langsung terdiam dan mencoba untuk mencari tahu apa yang di pikirkan oleh Abi, dia pun lalu melihat sebuah kertas kecil milik Abi, "ou jadi si Andin yang buat lo kaya' gini". Abi lalu melihat ke arah Rudi, "bukan-bukan dia, tapi gua sendiri yang buat gua kaya' gini", jawab Abi.

Hari semakin gelap, perhalan rintik-rintik air kecil jatuh ke bumi dan membasahi tanah dan rerumputan yang sudah mengering. Tak ada satupun orang yang terlihat di halaman kampus itu, tapi masih terdengar suara riuh dan ramai di dalam ruangan-ruangannya. Terlebih lagi sebuah ruangan yang menjadi markas dari anak-anak pecinta alam. "Haahaahahaha... jadi si cupu itu nembak lo Andin? ga nyadar diri apa dia!!!", "Hus lo jangan ngomong gitu donk Lus, ntar si Andin ngambek lagi gebetannya dihina huahauahua!!!". Begitu kata-kata teman Andin kepada Andin yang bernama ratih dan lusi, begitu bahagianya mereka menghina sahabat mereka sendiri, yaitu Andin. Andin kemudian menjawab kata-kata mereka, "Pd bener tuh si cupu!!!, ga ngaca dia!!!", jawab Andin. Wah ternyata Andin juga tak jauh berbeda dengan teman-temannya. Memang siapa yang mereka katakan cupu?, mungkin itu yang kita pikirkan, tiba-tiba mereka berkata lagi "eh lihat tuh si cupu datang!!!", kata teman-teman Andin ketika melihat Abi menghampiri Andin. Ou jadi Abi yang mereka maksud dengan sicupu!!!.

"Andin aku butuh ngomong ama kamu, aku mau kamu...", kata Abi dengan sopan kepada Andin. Tapi Andin malah memotong perkataan Abi dengan sombongnya "mau apa lo kesini, lo tu buat malu gua tahu ga!!!, ga ngaca apa lo!!! tampang lo mines kaya gitu!!!". Abi terkejut mendengar perkataan Andin, dan lalu menjawab kata-kata yang sangat menyakitkan dari Andin, "aku tahu mungkin aku ga pantas buat kamu, tapi kamu harus tahu, kalau aku sangat menyayangi kamu, lebih daripada sayangku kepada diriku sendiri". "Haahahahaha....!!! sok pujangga lo!!!, yuk ah ndin kita pergi aja, daripada ngedengar omongan sicupu ini!!!", kata lusi. Mereka lalu pergi meninggalkan Abi yang hanya terdiam dengan sebuah kertas yang telah digambarnya berada di tanggannya.

Malam itu keheningan dan sepi dirasakan oleh Abi, tak ada seorang pun yang mengerti apa dirasakannya, termasuk nyanyian jangkrik yang seakan menghina dirinya seperti yang dilakukan Andin dan teman-temannya. Hanya cahaya rembulan yang redup mencoba untuk menghibur kesunyian Abi, sinarnya seakan membatu Abi menulis di kertas kecilnya. Ya memang Abi selalu mencurahkan isi hatinya pada sebuah kertas kecil itu, seakan hanya kertas itulah tempatnya berbagi.

Esok hari mentari begitu cerahnya menerangi angkasa, suasana terlihat begitu bahagianya di kampus itu, tapi tidak dengan Abi yang selalu terdiam sendiri semenjak dia menyatakan perasaannya kepada Andin. Namun Abi tak seakan tak pernah putus asa, dia lalu mendatangi Andin lagi. Perlahan ia melangkahkan kakinya untuk menemui seorang yang sangat dicintainya, matanya seakan terus mencari dan melihat keberadaan Andin, hingga akhirnya ia melihat Andin sedang bercanda gurau dengan teman-temannya.

"Hai ndin,...maaf aku nganggu kamu lagi...", kata Abi. Tapi lagi-lagi mereka menjawab dengan sombongnya, "mau apa lo kesini lagi!!! dasar ga punya malu lo ya!!!, eh lo kalau lo benar suka ama Andin, lo harus buktiin ke kita-kita!!!, kata Ratih. "Emang gimana cara aku buktiin kalau aku benar-benar sayang ke Andin?", jawab Abi. "Lo bisa ga ngambil bunga kesukaan Andin?, kaya'nya lo ga bisa deh...lo kan cupu!!!", tanya Ratih lagi dengan ketus. "Apa bunga yang kamu suka ndin?", tanya Abi kepada Andin. "Bunganya tu edelwis, tapi harus yang dari tempatnya!!! bisa ga?!!!", kata Lusi dengan sombongnya. "Benar kamu suka edelwis?", tanya abi lagi kepada Andin. Andin hanya menjawab pertanyaan Abi dengan senyum di wajahnya. Entah apa arti dari senyum itu, apakah sebuah senyum yang tulus atau kemunafikan.

Abi seakan senang dengan tantangan dari Andin dan teman-temannya itu, ia lalu pergi menemui Rudi. Dan dia menceritakan apa yang dikatakan Andin dan teman-temannya kepadanya, mendengar hal ini Rudi sangat terkejut dan berkata "wah gila lo sob, ampe segitunya banget...cewekkan ga cuma dia doank, lagian lo kan belum pernah daki gunung, kita ga tahu keadaannya gimana". "Gua mohon sob, ga ada lagi orang yang bisa bantu gua", kata Abi. Rudi lalu terdiam sesaat, dan kemudian berkata, "hmmm...ok karena lo yang minta, tapi sekali ni aja ya". Terlihat senyum di wajah Abi, pertanda ia sangat bahagia mendengar jawaban dari Rudi. "Kapan kita berangkat?, tanya Rudi. "Besok aja haahahah....", jawab Abi. "Gila lo hehehehe...", kata Rudi.

Sementara itu di tempat Andin dan teman-temannya, terdengar tawa yang begitu kerasnya..."hahahaha....mana mungkin si cupu itu bisa ngambil bunga edelwis", "tapi gimana kalau bisa?", kata Andin. "Ya berarti lo harus pacaran ama dia donk hahahhaa!!!!", sindir ratih. Ketika mereka sedang asyiknya tertawa, tiba-tiba Lusi mendatangi mereka dan langsung berkata "eh teman-teman, tadi gua dengar kabar kalau Abi dan temannya bakal berangkat ngambil bunga edelwis, wah berani juga gebetan lo din haahahaha", kata Lusi sambil tertawa. "Gua yakin dia ga bakal bisa...", kata Andin menjawab perkataan teman-temannya sambil tersenyum kecil.

Hari-hari berlalu, sudah harmpir 5 hari semenjak Abi dan Rudi pergi mengambil edelwis. Tidak ada lagi seorang lelaki yang menggangu Andin, begitu yang dipikirkannya, mungkin ia merasa tenang dengan tantangan yang diberikannya kepada Abi, sehingga membuat Abi tak lagi mendatanginya. "Eh gimana kabar kebetan lo ndin?", tanya Lusi. "Iya nih, dah lima hari, kaya'nya dia gagal...mana mungkin dia bisa ngambil bunga edelwis, dia belum pernah daki gunung kan!!", balas ratih. Tapi tiba-tiba mereka melihat Rudi sedang berjalan ke arah mereka. "wah guys tu sobatnya si cupu,,,kaya'nya dia kesini", kata ratih. Rudi berjalan dengan perlahan mendekati Andin dan teman-temannya.

"Mana sobat lo sicupu?", kata ratih dengan tawanya. "Eh diam lo, gua ga butuh ngomong ama lo, gua cuma mau ngomong ama Andin", jawab Rudi. "Eh lo jangan ketus gitu ya...emang benar kok teman gua, mana sobat lo si abi cupu!!?", balas Andin.

"Wah ternyata dugaan gua benar, lo tu sama sekali ga cocok buat teman gua!!!", jawab Rudi. "Eh lo suruh sobat lo ngaca ya!!!, tampang minus gitu sok amat!!!", kata andin lagi. Ketika mereka sibuk beradu kata, Rudi lalu menunjukkan sebuah bunga kepada Andin. "Nih bunga yang lo minta, jangan kira abi ga bisa ngambilnya, lo harusnya bangga punya seorang yang benar-benar sayang ke diri lo!!!, lo pikir teman-teman lo ini lebih baik dari Abi?, asal lo tahu mereka ngomongin lo dibelakang", kata Rudi dengan marah.

Teman-teman Andin lalu terdiam, dan seakan malu dan langsung meninggalkan Andin dan Rudi. Andin pun terkejut melihat tingkah teman-temannya itu, dan lalu berkata lagi kepada Rudi, "maafin gua, tapi gua benar-benar ga ada niat untuk nyakitin Abi". Rudi lalu menjawab kata-kata Andin, "mending lo minta maaf aja langsung ke Abi", kata Rudi dengan mata yang berkaca-kaca. "Mana Abi, gua mau ngomong ama dia", tanya Andin. Rudi terdiam sesaat dan perlahan air mata jatuh dari matanya yang berkaca-kaca, lalu ia berkata dengan bibir yang bergetar "lo dah terlambat din, cuma bunga ini yang dititipkan Abi ke gua sebelum...". Tapi Andin langsung memotong perkataan Rudi, "emang Abi kenapa?",..."Abi...abi...", kata Rudi yang lalu terdiam. "Abi kenapa!!!!?", kata andin sambil berteriak. "Abi kecelakaan ketika kami akan turun gunung, dan abi ga tertolong...gua tahu lo ga suka ama Abi, gua mohon maafin kesalahan dia, dan tolong terima bunga ini, lo tahu,,,Abi bahagia banget ketika bawa bunga ini, cuma bunga ini yang dipikirkannya, dan cuma lo nama terakhir yang diucapkannya ketika nafas terakhirnya...", kata Rudi sambil menangis.

Andin hanya terdiam, dan terdiam. Terlihat tetesan air mata jatuh bagaikan bersayap dari matanya. Apakah Andin menyesali apa yang telah dilakukannya?,,,dan apakah Andin merasakan kehilangan seorang yang benar-benar menyayanginya?..."Maafin aku Abi", kata Andin sambil mencium sebuah bunga kenangan itu.

CERITA SEDIH






Bismillahir-Rahmaanir-Rahim .....

Sepasang suami istri, seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun.

Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur. Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.


Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan mobil, tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.


Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, Kerjaan siapa ini !!! . 


Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah adam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan Saya tidak tahu..tuan. Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan? hardik si isteri lagi.


Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata Dita yg membuat gambar itu ayahhh.. cantik kan! katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa.. 


Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya . Si anak yang tak mengerti apa apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya.

Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.


Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. 


Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. Oleskan obat saja! jawab bapak si anak.


Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah.


Dita demam Bu, jawab pembantunya ringkas. Kasih minum panadol aja , jawab si Ibu. Sebelum si Ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.


Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. Sore nanti kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah siap kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya sudah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. 


Tidak ada pilihan.. kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.


Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis.


Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. Ayah.. ibu Dita tidak akan melakukannya lagi. Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi Dita sayang ayah..sayang ibu., katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. Dita juga sayang Mbok Narti.. katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.


Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti ? Bagaimana Dita mau bermain nanti ? Dita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi, katanya berulang-ulang. Serasa hancur hati si ibu mendengar kata-kata anaknya. 


Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada m`nusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf.


Tahun demi tahun kedua orang tua tersebut menahan kepedihan dan kehancuran bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yg tak bertepi, Namun, si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tersebut tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan ayahnya…

KENANGANKU

       Waktu masih duduk di bangku Tsanawiyah dan Aliyah, banyak sekali kenangan-kenangan yang aku dapatkan disana. Di bawah ini adalah salah satu diantara kenanganku dan kenangan teman-temanku.

Asik Main Catur hehe


Lomba Nasi Tumpeng


Kali Pertama Ikutan Bazar di MA MU


Saudara kembar tapi beda wkwk


Sahabat


Ingin narsis namun kedinginan haha


Dua Bocah sedang menyampaikan berita bahasa jawa


Ada xang ngintip dijendela tuh..


Hormat Bulek..


Acun, Tourist dari jawa


Penampakan


  Ini juga kembar tapi beda wkwk


Narsis Puol...


Tom & Nduth


Trio Macan

Trio Endel



Peserta Gerak Jalan



Iklan Kecantikan


 Mbolang in Green House


Gaya Bebas


Mbolang in Green House

CERITA SEDIH

DO'A DARI RANI
 
 Rani, bocah kelas empat SD dengan serius tengah menulis sesuatu sejak tadi. Berkali-kali ia terlihat berpikir kemudian menulis kembali di atas selembar kertas kemudian memasukkannya ke dalam sebuah amplop. Bundanya mulai bertanya-tanya sedang apakah anaknya gerangan. “Rani, sedang menulis apa?” Tanya Bundanya sembari mendatangi meja belajar Rani. “Sedang menulis surat Bunda.” Jawab Rani. “Untuk siapa?”, “Untuk Allah.” Bundanya tampak heran namun Rani memulai cerita bahwa tadi pagi di sekolah guru agamanya mengajarkan bahwa Allah akan mengabulkan doa hamba-hamba-Nya jika mereka meminta. “Ya, lalu untuk apa surat ini sayang?” Tanya Bunda masih tak mengerti. “Rani menuliskan semua doa-doa Rani di surat ini, Rani minta Allah mengabulkannya. Allah pasti membaca surat Rani, iya kan Bunda?”, “Iya sayang, Allah Maha Melihat, Allah pasti melihat surat Rani.” Jawab bunda.
Rani merupakan anak semata wayang di keluarganya. Ayahnya sedang mengidap sakit keras, bahkan dokter telah menyerah dan memvonis bahwa umur ayah Rani tidak akan lama lagi. Beberapa hari berlalu, kali ini, tidak seperti biasanya sebelum berangkat ke sekolah Rani memeluk tubuh ayahnya erat-erat, lama sekali, Rani mencium kening dan pipi ayahnya. Bundanya menatap sedih, seolah terlihat Rani khawatir tidak bisa mdlihat ayahnya lagi sepulang dari sekolah nanti.
Setelah Rani berangkat, Bunda Rani merapikan meja belajar anaknya, kemudian hatinya tergerak untuk membuka amplop-amplop yang berada di atas meja itu. Ia membaca surat buatan anaknya itu satu per satu. “Kepada Allah di tempat, Ya Allah, Rani besok mau ujian Matematika, baguskan nilai Rani ya Ya Allah. Amiin.” Bundanya tersenyum kemudian membuka surat yang lain. “Untuk Allah yang Rani cintai, hari ini Rani menanam bunga di dekat jendela kamar Rani, tumbuh suburkan bunga-bunga yang Rani tanam ya Ya Allah. Terimakasih Ya Allah.” Di surat lainnya Rani menulis, Ya Allah, hari ini Rani diganggu anjing si Ogi. Hukum anjing si Ogi itu Ya Allah.”
Sejenak kemudian bunda Rani berhenti membaca, ia baru menyadari sesuatu. Doa-doa Rani itu, Allah telah mengabulkan semuanya. Beberapa hari yang lalu dengan bangga Rani menunjukkan nilai matematika yang bagus kepada bunda dan ayahnya. Bunda Rani langsung berdiri dan mengintip ke jendela, terlihat bunga berwarna-warni bergoyang-goyang ditiup angin sepoi-sepoi. Bunga itu tumbuh subur seperti yang diminta Rani kepada Allah. Bunda Rani langsung membuka semua surat-surat yang lainnya. Kemudian hatinya bimbang dan heran. Mengapa tak satu pun surat yang berisi permohonan agar ayahnya segera sembuh?
Di siang harinya telepon rumah berdering, ”Assalamu’alaikum, dengan bundanya Rani?” suara di seberang sana. “Wa’alaikumussalam, iya. Dengan siapa? Ada apa ya?” Tanya Bunda Rani. “Ibu, saya guru Rani di sekolah. Kami ingin memberitahu ibu kalau Rani mengalami kecelakaan, ia terjatuh dari lantai empat sekolah dan meninggal.” Betapa shock dan kagetnya mendengar berita yang menimpa puteri semata wayangnya.
Setahun sudah berlalu semenjak kejadian itu. Ayah Rani yang dulunya telah diprediksi oleh dokter tidak akan berumur lama lagi tersebut masih hidup hingga kini. Bahkan keadaannya semakin hari semakin membaik. Ayah dan bunda Rani masih sangat kehilangan dan terpukul sehingga mereka tak pernah lagi membuka kamar tidur Rani dahulu. Mereka mengunci kamar itu dan tak pernah masuk ke dalamnya karena akan merasa sangat sedih jika melihat kamar itu. Hingga suatu kali saat Bunda Rani tengah lewat di depan pintu kamar Rani terdengar bunyi sesuatu, seperti suara benda jatuh. Akhirnya karena penasaran Bunda Rani membuka pintu itu setelah setahun lamanya terkunci. Ternyata yang terjatuh adalah ukiran ayat kursi dari kayu yang tergantung di kamar Rani. Bundanya pun bermaksud membersihkan debu di benda itu dan menggantungnya kembali di dinding. Namun, ia melihat sesuatu terselip di balik ukiran kayu itu, ternyata surat Rani..!
Bundanya membuka kertas itu dan membaca isinya, “Ya Allah, Ayah Rani sedang sakit keras Ya Allah. Tolong jangan ambil nyawa Ayah Ya Allah. Ganti saja dengan nyawa Rani.”

LEGENDA DESA NGUMPUL



LEGENDA DESA NGUMPUL
Desa Ngumpul Kecamatan Jogoroto Kabupaten Jombang Jawa Timur Indonesia, dahulu sebelum bernama desa Ngumpul, desa ini bernama desa “Wono Ayu” Wono berarti alas atau hutan dan Ayu berarti bagus, indah atau cantik. Sebelum menjadi sebuah desa dulunya adalah hutan belantara yang sangat luas dan katanya hutan tersebut sangat angker dan banyak penghuninya (makhluk halus) kemudian masyarakat Wono Ayu ingin mbabat alas (menebang hutan) untuk dijadikan lahan pekarangan dan persawahan. Diantara Ngumpul bagian utara, timur, selatan dan barat yang dirasa paling sulit untuk ditebang adalah Ngumpul Kulon (barat). Kemudian masyarakat Wono Ayu terserang wabah penyakit, ada sumber yang mengatakan bahwa penyakit tersebut adalah kadas yang tidak bias disembuhkan, namun sumber lain mengatakan bahwa apabila pagi sakit maka sore harinya meninggal atau sebaliknya. Semacam penyakit bagebluk. Penyakit ini diakibatkan karena ada penghuni hutan (makhluk halus) yang tidak terima karena hutan tempat tinggalnya ditebangi oleh masyarakat sekitar. Lelembut itu berbentuk semut, apabila semut itu menggigit seseorang maka orang tersebut akan mati. Akhirnya para masyarakat mencari bantuan kepada orang yang mengerti hal ini namun sumber lain mengatakan bahwa kepala desa mengadakan sayembara untuk mengusir wabah penyakit dan menebang hutan untuk dijadikan perkampungan dan yang berhasil akan mendapat hadiah.
Kemudian datanglah seseorang yang bernama Mbah Buyut Sodriyo, beliau berasal dari Madura namun beberapa sumber lain mengatakan bahwa beliau datang dari Sidoarjo. Beliau datang kira-kira sesudah zaman Majapahit. Katanya beliau adalah salah seorang prajurit pangeran Diponegoro pada saat itu pasukan Diponegoro disebar ke beberapa daerah yang mereka sukai, dan Mbah Buyut Sodriyo datang ke Desa Wono Ayu. ciri-ciri pasukan Diponegoro adalah dimana ia menetap selalu menanam pohon sawo kembar atau bunga gading putih sebagai lambang pasukan Diponegoro. Katanya disini Mbah buyut menanam bunga gading putih, entah itu ditanam di depan atau dibelakang rumah. Sebelum datangnya Mbah Buyut, alas tersebut sudah pernah ditebang oleh beberapa masyarakat Wono Ayu, namun orang yang menebang alas tersebut selalu meninggal dan itu terjadi berkali-kali, begitu bertemu dengan Mbah Buyut Sodriyo masyarakat di ajak bermunajat, tiap malam mereka selalu berkumpul di Musholla untuk membahas keinginan masyarakat yang ingin menebang alas sebelah barat dan menghilangkan penyakit tersebut. Beliau membawa teman dari daerah asalnya. Karena tiap malam berkumpul, pagi harinya dipakai untuk menebang hutan. Karena menebang hutan tersebut berlangsung berkali-kali akhirnya beliau bertirakat dengan berpuasa sambil melihat matahari mulai dari terbit sampai terbenam matahari dan hal itu berlangsung selama 40 hari. Akhirnya hutan yang seram itu dapat ditebang tanpa adanya orang yang meninggal dan wabah penyakit yang menyerang warga bisa hilang atas jerih payahnya. Kepala desa memberikan sebidang tanah seluas lebih kurang 2500 m2 sebagai hadiah atas jerih payahnya. Tanah tersebut diberikan agar ditinggali oleh Mbah Buyut dan sahabatnya. Kemudian beliau mendirikan Musholla yang terbuat dari bambu dari lantai hingga atapnya. Musholla tersebut selalu dipakai untuk berkumpul untuk beribadah tiap malam. Karena daerah tersebut sering dipakai untuk berkumpul maka Mbah Buyut berwasiat agar daerah tersebut dinamakan Desa Ngumpul yang artinya selalu berkumpul atau bersatu. Lama-lama musholla tersebut berkembang menjadi masjid dan masjid tersebut dinamakan Masjid Roudhotul Mujtamiin yang artinya taman perkumpulan. Beliau meninggal dan dimakamkan di sebelah kiri masjid bersama istri dan kedua pengikutnya. Sampai sekarang masyarakat masih mempercayai bahwa daerah disekitar makam dan masjid tersebut masih angker dan menurut masyarakat setempat dihuni oleh pengikut Mbah Buyut. Katanya mereka sering mengganggu warga yang berbuat tidak baik atau tidak sopan misalnya berkata kotor atau tidak baik. Dan para pengikutnya katanya menjelma menjadi bermacam-macam wujud, ada yang menjadi macan putih, kodok sebesar tampah, rayap sebesar kucing dan cicak yang berukuran cukup besar.

Foto di Facebook

Popular Posts