Dari forum Adsense-id, ada yang share tentang cerita
pengalaman hidup tentang hikmah sabar. Jadi malu, karena selama ini selalu
banyak mengeluh dan gampang putus asa, semoga cerita ini bermanfaat untuk kita
semua, amin :
Ditengah gemuruhnya
kota, ternyata Riyadh menyimpan bayak kisah. Kota ini menyimpan rahasia yang
hanya diperdengarkan kepada telinga dan hati yang mendengar. Tentu saja,
Hidayah adalah kehendak NYA dan Hidayah hanya akan diberikan kepada mereka yang
mencarinya.
Ada sebuah energi
yang luar biasa dari cerita yang kudengar beberapa hari yang lalu dari sahabat
Saya mengenal banyak dari mereka, ada beberapa dari Palestina, Bahrain, Jordan,
Syiria, Pakistan, India, Srilanka dan kebanyakan dari Mesir dan Saudi Arabia
sendiri. Ada beberapa juga dari suku Arab yang tinggal dibenua Afrika. Salah
satunya adalah teman dari Negara Sudan, Afrika.
Saya mengenalnya
dengan nama Ammar Mustafa, dia salah satu Muslim kulit hitam yang juga kerja di
Hotel ini.
Beberapa bulan ini
saya tidak lagi melihatnya berkerja. Biasanya saya melihatnya bekerja bersama
pekerja lainnya menggarap proyek bangunan di tengah terik matahari kota Riyadh
yang sampai saat ini belum bisa ramah dikulit saya.
Hari itu Ammar tidak terlihat.
Karena penasaran, saya coba tanyakan
kepada Iqbal tentang kabarnya.
"Oh kamu tidak tahu?"
Jawabnya balik bertanya, memakai bahasa
Ingris khas India yang bercampur dengan logat urdhu yang pekat.
"Iyah beberapa minggu ini dia gak
terlihat di Mushola ya?" Jawab saya.
Selepas itu, tanpa saya duga iqbal
bercerita panjang lebar tentang Ammar.
Dia menceritakan
tentang hidup Ammar yang pedih dari awal hingga akhir, semula saya keheranan
melihat matanya yang menerawang jauh. Seperti ingin memanggil kembali sosok
teman sekamarnya itu.
Saya mendengarkan dengan seksama.
Ternyata Amar datang ke kota Riyadh ini
lima tahun yang lalu, tepatnya sekitar tahun 2004 lalu.
Ia datang ke Negeri
ini dengan tangan kosong, dia nekad pergi meninggalkan keluarganya di Sudan
untuk mencari kehidupan di Kota ini. Saudi arabia memang memberikan free visa
untuk Negara Negara Arab lainnya termasuk Sudan, jadi ia bisa bebas mencari
kerja disini asal punya Pasport dan tiket.
Sayang, kehidupan memang tidak
selamanya bersahabat.
Do'a Ammar untuk mendapat kehidupan
yang lebih baik di kota ini demi keluarganya ternyata saat itu belum terkabul.
Dia bekerja berpindah pindah dengan gaji yang sangat kecil, uang gajinya tidak
sanggup untuk membayar apartemen hingga ia tinggal di apartemen teman temannya.
Meski demikian, Ammar tetap gigih
mencari pekerjaan.
Ia tetap mencari kesempatan agar bisa
mengirim uang untuk keluarganya di Sudan.
Bulan pertama berlalu kering, bulan kedua semakin berat...
Bulan ketiga hingga tahun tahun
berikutnya kepedihan Ammar tidak kunjung berakhir..
Waktu bergeser lamban dan berat, telah
lima tahun Ammar hidup berpindah pindah di Kota ini. Bekerja dibawah tekanan
panas matahari dan suasana Kota yang garang.
Tapi amar tetap bertahan dalam
kesabaran.
Kota metropolitan
akan lebih parah dari hutan rimba jika kita tidak tahu caranya untuk
mendapatkan uang, dihutan bahkan lebih baik. Di hutan kita masih bisa menemukan
buah buah, tapi di kota? Kota adalah belantara penderitaan yang akan menjerat
siapa saja yang tidak mampu bersaing.
Riyadh adalah ibu kota Saudi Arabia. Hanya
berjarak 7 jam dari Dubai dan 10 Jam jarak tempuh dengan bis menuju Makkah.
Dihampir keseluruhan kota ini tidak ada pepohonan untuk berlindung saat panas.
Disini hanya terlihat kurma kurma yang berbuah satu kali dalam setahun..
Amar seperti terjerat di belantara Kota
ini.
Pulang ke suddan bukan pilihan terbaik,
ia sudah melangkah, ia harus membawa perubahan untuk kehidupan keluarganya di
negeri Sudan. Itu tekadnya.
Ammar tetap tabah dan tidak berlepas
diri dari keluarganya.
Ia tetap mengirimi mereka uang meski
sangat sedikit, meski harus ditukar dengan lapar dan haus untuk raganya disini.
Sering ia melewatkan harinya dengan
puasa menahan dahaga dan lapar sambil terus melangkah, berikhtiar mencari suap
demi suap nasi untuk keluarganya di Sudan.
Tapi Ammar pun Manusia.
Ditahun kelima ini ia tidak tahan lagi
menahan malu dengan teman temannya yang ia kenal, sudah lima tahun ia berpindah
pindah kerja dan numpang di teman temannya tapi kehidupannya tidak kunjung
berubah.
Ia memutuskan untuk pulang ke Sudan.
Tekadnya telah bulat untuk kembali
menemui keluarganya, meski dengan tanpa uang yang ia bawa untuk mereka yang
menunggunya.
Saat itupun sebenarnya ia tidak
memiliki uang, meski sebatas uang untuk tiket pulang.
Ia memaksakan diri menceritakan
keinginannya untuk pulang itu kepada teman terdekatnya. Dan salah satu teman
baik amar memahaminya ia memberinya sejumlah uang untuk beli satu tiket
penerbangan ke Sudan.
Hari itu juga Ammar
berpamitan untuk pergi meninggalkan kota ini dengan niat untuk kembali ke keluarganya
dan mencari kehidupan di sana saja.
Ia pergi ke sebuah
Agen di jalan Olaya- Riyadh, utuk menukar uangnya dengan tiket. Sayang,
ternyata semua penerbangan Riyadh-Sudan minggu ini susah didapat karena konflik
di Libya, Negara tetangganya. Tiket hanya tersedia untuk kelas executive saja.
Akhirnya ia beli tiket untuk
penerbangan minggu berikutnya.
Ia memesan dari saat itu supaya bisa
lebih murah. Tiket sudah ditangan, dan jadwal terbang masih minggu depan.
Ammar sedikit kebingungan dengan nasibnya.
Tadi pagi ia tidak sarapan karena sudah
tidak sanggup lagi menahan malu sama temannya, siang inipun belum ada celah
untuk makan siang. Tapi baginya ini bukan hal pertama. Ia hampir terbiasa
dengan kebiasaan itu.
Adzan dzuhur bergema..
Semua Toko Toko, Supermarket, Bank, dan
Kantor Pemerintah serentak menutup pintu dan menguncinya. Security Kota berjaga
jaga di luar kantor kantor, menunggu hingga waktu Shalat berjamaah selesai.
Ammar tergesa menuju sebuah masjid di
pusat kota Riyadh.
Ia mengikatkan tas kosongnya di
pinggang, kemudian mengambil wudhu.. memabasahi wajahnya yang hitam legam,
mengusap rambutnya yang keriting dengan air.
Lalu ia masuk mesjid. Shalat 2 rakaat
untuk menghormati masjid. Ia duduk menunggu mutawwa memulai shalat berjamaah.
Hanya disetiap shalat itulah dia
merasakan kesejukan,
Ia merasakan terlepas dari beban Dunia
yang menindihnya, hingga hatinya berada dalam ketenangan ditiap menit yang ia
lalui.
Shalat telah selesai.
Ammar masih bingung untuk memulai
langkah.
Penerbangan masih seminggu lagi.
Ia diam.
Dilihatnya beberapa mushaf al Qur'an
yang tersimpan rapi di pilar pilar mesjid yang kokoh itu. Ia mengmbil salah
satunya, bibirnya mulai bergetar membaca taawudz dan terus membaca al Qur'an
hingga adzan Ashar tiba menyapanya.
Selepas Maghrib ia masih disana.
Beberapa hari berikutnya, Ia memutuskan
untuk tinggal disana hingga jadwal penerbangan ke Sudan tiba.
Ammar memang telah terbiasa bangun awal
di setiap harinya.
Seperti pagi itu, ia adalah orang
pertama yang terbangun di sudut kota itu. Ammar mengumandangkan suara indahnya
memanggil jiwa jiwa untuk shalat, membangunkan seisi kota saat fajar
menyingsing menyapa Kota.
Adzannya memang khas.
Hingga bukan sebuah kebetulan juga jika
Prince (Putra Raja Saudi) di kota itu juga terpanggil untuk shalat Subuh
berjamaah disana.
Adzan itu ia kumandangkan disetiap pagi
dalam sisa seminggu terakhirnya di kota Riyadh.
Hingga jadwal
penerbanganpun tiba. Ditiket tertulis jadwal penerbangan ke Sudan jam 05:23am,
artinya ia harus sudah ada di bandara jam 3 pagi atau 2 jam sebelumnya.
Ammar bangun lebih
awal dan pamit kepada pengelola masjid, untuk mencari bis menuju bandara King
Abdul Azis Riyadh yang hanya berjarak kurang dari 30 menit dari pusat Kota.
Amar sudah duduk diruang tunggu
dibandara,
Penerbangan sepertinya sedikit ditunda,
kecemasan mulai meliputinya. Ia harus pulang kenegerinya tanpa uang sedikitpun,
padahal lima tahun ini tidak sebentar, ia sudah berusaha semaksimal mungkin.
Tapi inilah kehidupan, ia memahami
bahwa dunia ini hanya persinggahan. Ia tidak pernah ingin mencemari
kedekatannya dengan Penggenggam Alam semesta ini dengan mengeluh. Ia tetap
berjalan tertatih memenuhi kewajiban kewajibannya, sebagai Hamba Allah, sebagai
Imam dalam keluarga dan ayah buat anak anaknya.
Diantara lamunan kecemasannya, ia
dikejutkan oleh suara yang memanggil manggil namanya.
Suara itu datang dari speaker dibandara
tersebut, rasa kagetnya belum hilang Ammar dikejutkan lagi oleh sekelompok
berbadan tegap yang menghampirinya.
Mereka membawa Ammar ke mobil tanpa
basa basi, mereka hanya berkata "Prince memanggilmu".
Ammarpun semakin kaget jika ia ternyata
mau dihadapkan dengan Prince. Prince adalah Putra Raja, kerajaan Saudi tidak
hanya memiliki satu Prince. Prince dan Princess mereka banyak tersebar hingga
ratusan diseluruh jazirah Arab ini. Mereka memilii Palace atau Istana masing
masing.
Keheranan dan ketakutan Ammar baru
sirna ketika ia sampai di Mesjid tempat ia menginap seminggu terakhir itu,
disana pengelola masjid itu menceritakan bahwa Prince merasa kehilangan dengan
Adzan fajar yang biasa ia lantunkan.
Setiap kali Ammar adzan prince selalu
bangun dan merasa terpanggil..
Hingga ketika adzan itu tidak
terdengar, Prince merasa kehilangan. Saat mengetahui bahwa sang Muadzin itu
ternyata pulang kenegerinya Prince langsung memerintahkan pihak bandara untuk
menunda penerbangan dan segera menjemput Ammar yang saat itu sudah mau terbang
untuk kembali ke Negerinya.
Singkat cerita, Ammar
sudah berhadapan dengan Prince. Prince menyambut Ammar dirumahnya, dengan
beberapa pertanyaan tentang alasan kenapa ia tergesa pulang ke Sudan.
Amarpun menceritakan bahwa ia sudah
lima tahun di Kota Riyadh ini dan tidak mendapatkan kesempatan kerja yang tetap
serta gaji yang cukup untuk menghidupi keluarganya.
Prince mengangguk nganguk dan bertanya:
"Berapakah gajihmu dalam satu bulan?"
Amar kebingungan, karena gaji yang ia
terima tidak pernah tetap. Bahkan sering ia tidak punya gaji sama sekali,
bahkan berbulan bulan tanpa gaji dinegeri ini.
Prince memakluminya.
Beliau bertanya lagi: "Berapa gaji
paling besar dalam sebulan yang pernah kamu dapati?"
Dahi Ammar berkerut mengingat kembali
catatan hitamnya selama lima tahun kebelakang. Ia lalu menjawabnya dengan malu:
"Hanya SR 1.400", jawab Ammar.
Prince langsung memerintahkan
sekretarisnya untuk menghitung uang.
1.400 Real itu dikali dengan 5 tahun (60 bulan) dan hasilnya adalah SR 84.000 (84 Ribu Real = Rp. 184. 800.000). Saat itu juga bendahara Prince menghitung uang dan menyerahkannya kepada Amar.
1.400 Real itu dikali dengan 5 tahun (60 bulan) dan hasilnya adalah SR 84.000 (84 Ribu Real = Rp. 184. 800.000). Saat itu juga bendahara Prince menghitung uang dan menyerahkannya kepada Amar.
Tubuh Amar bergetar melihat keajaiban
dihadapannya.
Belum selesai bibirnya mengucapkan
Hamdalah,
Prince baik itu menghampiri dan
memeluknya seraya berkata:
"Aku tahu, cerita tentang
keluargamu yang menantimu di Sudan. Pulanglah temui istri dan anakmu dengan
uang ini. Lalu kembali lagi setelah 3 bulan. Saya siapkan tiketnya untuk kamu
dan keluargamu kembali ke Riyadh. Jadilah Bilall dimasjidku.. dan hiduplah
bersama kami di Palace ini"
Ammar tidak tahan lagi menahan air
matanya.
Ia tidak terharu dengan jumlah uang
itu, uang itu memang sangat besar artinya di negeri Sudan yang miskin. Ammar
menangis karena keyakinannya selama ini benar, Allah sungguh sungguh
memperhatikannya selama ini, kesabarannya selama lima tahun ini diakhiri dengan
cara yang indah.
Ammar tidak usah lagi membayangkan
hantaman sinar matahari disiang hari yang mengigit kulitnya. Ammar tidak usah
lagi memikirkan kiriman tiap bulan untuk anaknya yang tidak ia ketahui akan ada
atau tidak.
Semua berubah dalam sekejap!
Lima tahun itu adalah masa yang lama
bagi Ammar.
Tapi masa yang teramat singkat untuk
kekuasaan Allah.
Nothing Imposible for Allah,
Tidak ada yang tidak mungkin bagi
Allah..
Bumi inipun Milik Allah,..
Alam semesta, Hari ini dan Hari Akhir
serta Akhirat berada dalam Kekuasaan Nya.
Inilah buah dari kesabaran dan
keikhlasan.
Ini adalah cerita nyata yang tokohnya
belum beranjak dari kota ini, saat ini Ammar hidup cukup dengan sebuah rumah di
dalam Palace milik Prince. Ia dianugerahi oleh Allah di Dunia ini hidup yang
baik, ia menjabat sebagai Muadzin di Masjid Prince Saudi Arabia di pusat kota
Riyadh.
Subhanallah...
Seperti itulah buah dari kesabaran.
"Jika sabar itu mudah, tentu semua orang bisa
melakukannya.
Jika kamu mulai berkata sabar itu ada
batasnya, itu cukup berarti pribadimu belum mampu menetapi kesabaran karena
sabar itu tak ada batasnya. Batas kesabaran itu terletak didekat pintu Syurga
dalam naungan keridhaan Nya". (NAI)
وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
"Sifat-sifat yang baik itu tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar". (Al
Fushilat 35)
Allahuakbar!
Maha Benar Allah dengan segala Firman
Nya
0 komentar:
Posting Komentar